Rabu, 02 Maret 2011

KAJIAN KRITIS TERHADAP TEORI FEMINISME DAN PERANANNYA DALAM NALAR INDUKSI

KAJIAN KRITIS TERHADAP TEORI FEMINISME DAN PERANANNYA DALAM NALAR INDUKSI
Penjelasan Teori FeminismeTeori feminisme adalah sebuah generalisasi dari berbagai sistem gagasan mengenai kehidupan sosial dan pengalaman manusia yang dikembangkan dari perspektif yang terpusat pada wanita. Feminisme sebagai filsafat dan gerakan berkaitan dengan era pencerahan di Eropa yang dipelopori oleh   Lady Mary Wortley Montagu  dan  Marquis de Condorcet.
Setelah Revolusi Amerika 1776 dan Revolusi Prancis pada 1792 berkembang pemikiran bahwa posisi perempuan kurang beruntung daripada laki-laki dalam realitas sosialnya. Ketika itu, perempuan, baik dari kalangan atas, menengah ataupun bawah, tidak memiliki hak-hak seperti hak untuk mendapatkan pendidikan, berpolitik, hak atas milik dan pekerjaan. Oleh karena itulah, kedudukan perempuan tidaklah sama dengan laki-laki di hadapan hukum. Pada  1785 fperkumpulan masyarakat ilmiah untuk perempuan pertama kali didirikan di   "Middelburg"  , sebuah kota di selatan Belanda . Kata feminisme dicetuskan pertama kali oleh aktivis Charles Fourier  pada tahun   1837 . Pergerakan yang berpusat di Eropa ini berpindah ke Amerika dan berkembang pesat sejak publikasi  
John Stuart Mill , "Perempuan sebagai Subyek" ( The Subjection of Women) pada tahun ( 1869 ). Perjuangan mereka menandai kelahiran feminisme Gelombang Pertama. Pada awalnya gerakan ditujukan untuk mengakhiri masa-masa pemasungan terhadap kebebasan perempuan. Secara umum kaum perempuan (feminin) merasa dirugikan dalam semua bidang dan dinomor duakan oleh kaum laki-laki (maskulin) dalam bidang sosial, pekerjaan, pendidikan, dan politik khususnya - terutama dalam masyarakat yang bersifat   patriarki . Dalam masyarakat tradisional yang berorientasi Agraris, kaum laki-laki cenderung ditempatkan di depan, di luar rumah, sementara kaum perempuan di dalam rumah. Situasi ini mulai mengalami perubahan ketika datangnya era    Liberalisme  di Eropa dan terjadinya   Revolusi Perancis  di abad ke-XVIII yang merambah ke  
Amerika Serikat  dan ke seluruh dunia. Adanya    fundamentalisme    agama  yang melakukan opresi terhadap kaum perempuan memperburuk situasi. Di lingkungan    agama Kristen  terjadi praktek-praktek dan kotbah-kotbah yang menunjang hal ini ditilik dari banyaknya gereja menolak adanya pendeta perempuan, dan beberapa jabatan "tua" hanya dapat dijabat oleh pria. Pergerakan di Eropa untuk "menaikkan derajat kaum perempuan" disusul oleh Amerika Serikat saat terjadi revolusi sosial dan politik. Di tahun   1792   
Mary Wollstonecraft  membuat karya tulis berjudul "Mempertahankan Hak-hak Wanita" (Vindication of the Right of Woman) yang berisi prinsip-prinsip feminisme dasar yang digunakan dikemudian hari. Pada tahun-tahun    1830 -  1840  sejalan terhadap pemberantasan praktek perbudakan, hak-hak kaum prempuan mulai diperhatikan dengan adanya perbaikan dalam jam kerja dan gaji perempuan , diberi kesempatan ikut dalam pendidikan, serta hak pilih. Menjelang abad 19 feminisme lahir menjadi gerakan yang cukup mendapatkan perhatian dari para perempuan kulit putih di Eropa. Perempuan di negara-negara penjajah Eropa memperjuangkan apa yang mereka sebut sebagai keterikatan (perempuan) universal (universal sisterhood). Pada tahun   HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/1960" \o "1960"  1960  munculnya negara-negara baru, menjadi awal bagi perempuan mendapatkan hak pilih dan selanjutnya ikut ranah politik kenegaraan dengan diikutsertakannya perempuan dalam hak suara parlemen. Gelombang kedua ini dipelopori oleh para feminis   HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/Perancis" \o "Perancis"  Perancis  seperti   HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Helene_Cixous&action=edit&redlink=1" \o "Helene Cixous (halaman belum tersedia)"  Helene Cixous  (seorang   HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/Yahudi" \o "Yahudi"  Yahudi  kelahiran   HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/Aljazair" \o "Aljazair"  Aljazair  yang kemudian menetap di Perancis) dan   HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/Julia_Kristeva" \o "Julia
Kristeva"  Julia Kristeva  (seorang   HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/Bulgaria" \o "Bulgaria"  Bulgaria  yang kemudian menetap di Perancis) bersamaan dengan kelahiran   HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Dekonstruksionis&action=edit&redlink=1" \o "Dekonstruksionis (halaman belum tersedia)"  dekonstruksionis ,   HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/Derrida" \o "Derrida"  Derrida . Dalam the Laugh of the Medusa, Cixous mengkritik   HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Logosentrisme&action=edit&redlink=1" \o "Logosentrisme (halaman belum tersedia)"  logosentrisme  yang banyak didominasi oleh nilai-nilai maskulin. Banyak feminis-individualis kulit putih, meskipun tidak semua, mengarahkan obyek penelitiannya pada perempuan-perempuan dunia ketiga seperti   HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/Afrika" \o "Afrika"  Afrika ,   HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/Asia" \o "Asia"  Asia  dan   HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/Amerika_Selatan" \o "Amerika
Selatan"  Amerika Selatan . Gelombang feminisme di Amerika Serikat mulai lebih keras bergaung pada era perubahan dengan terbitnya buku The Feminine Mystique yang ditulis oleh   HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/Betty_Friedan" \o "Betty Friedan"  Betty Friedan  di tahun   HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/1963" \o "1963"  1963 . Buku ini ternyata berdampak luas, lebih-lebih setelah Betty Friedan membentuk organisasi wanita bernama National Organization for Woman (NOW) di tahun   HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/1966" \o "1966"  1966  gemanya kemudian merambat ke segala bidang kehidupan. Dalam bidang perundangan, tulisan Betty Fredman berhasil mendorong dikeluarkannya Equal Pay Right (  HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/1963" \o "1963"  1963 ) sehingga kaum perempuan bisa menikmati kondisi kerja yang lebih baik dan memperoleh gaji sama dengan laki-laki untuk pekerjaan yang sama, dan Equal Right Act (  HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/1964" \o "1964"  1964 ) dimana kaum perempuan mempunyai hak pilih secara penuh dalam segala bidang. Gerakan feminisme yang mendapatkan momentum sejarah pada   HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/1960-an" \o "1960-an"  1960-an  menunjukan bahwa sistem sosial masyarakat modern dimana memiliki struktur yang pincang akibat budaya patriarkal yang sangat kental. Marginalisasi peran perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, khususnya ekonomi dan politik, merupakan bukti konkret yang diberikan kaum feminis.Gerakan perempuan atau feminisme berjalan terus, sekalipun sudah ada perbaikan-perbaikan, kemajuan yang dicapai gerakan ini terlihat banyak mengalami halangan. Di tahun   HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/1967" \o "1967"  1967  dibentuklah Student for a Democratic Society (SDS) yang mengadakan konvensi nasional di   HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/Ann_Arbor" \o "Ann Arbor"  Ann Arbor  kemudian dilanjutkan di   HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/Chicago" \o "Chicago"  Chicago  pada tahun yang sama, dari sinilah mulai muncul kelompok "feminisme radikal" dengan membentuk Women´s Liberation Workshop yang lebih dikenal dengan singkatan "Women´s Lib". Women´s Lib mengamati bahwa peran kaum perempuan dalam hubungannya dengan kaum laki-laki dalam masyarakat kapitalis terutama Amerika Serikat tidak lebih seperti hubungan yang dijajah dan penjajah. Di tahun   HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/1968" \o "1968"  1968  kelompok ini secara terbuka memprotes diadakannya "Miss America Pegeant" di   HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/Atlantic_City" \o "Atlantic City"  Atlantic City  yang mereka anggap sebagai "pelecehan terhadap kaum wanita dan komersialisasi tubuh perempuan". Gema ´pembebasan kaum perempuan´ ini kemudian mendapat sambutan di mana-mana di seluruh dunia..Pada   HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/1975" \o "1975"  1975 , "Gender, development, dan equality" sudah dicanangkan sejak   HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Konferensi_Perempuan_Sedunia&action=edit&redlink=1" \o "Konferensi Perempuan Sedunia (halaman belum
tersedia)"  Konferensi Perempuan Sedunia  Pertama di   HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/Mexico_City" \o "Mexico City"  Mexico City  tahun   HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/1975" \o "1975"  1975 . Hasil penelitian kaum feminis sosialis telah membuka wawasan jender untuk dipertimbangkan dalam pembangunan bangsa. Sejak itu, arus pengutamaan jender atau gender mainstreaming melanda dunia.
Memasuki era   HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/1990-an" \o "1990-an"  1990-an , kritik feminisme masuk dalam institusi sains yang merupakan salah satu struktur penting dalam masyarakat modern. Termarginalisasinya peran perempuan dalam institusi sains dianggap sebagai dampak dari karakteristik patriarkal yang menempel erat dalam institusi sains. Tetapi, kritik kaum feminis terhadap institusi sains tidak berhenti pada masalah termarginalisasinya peran perempuan. Kaum feminis telah berani masuk dalam wilayah epistemologi sains untuk membongkar ideologi sains yang sangat patriarkal. Dalam kacamata eko-feminisme, sains modern merupakan representasi kaum laki-laki yang dipenuhi nafsu eksploitasi terhadap alam. Alam merupakan representasi dari kaum perempuan yang lemah, pasif, dan tak berdaya. Dengan relasi patriarkal demikian, sains modern merupakan refleksi dari sifat maskulinitas dalam memproduksi pengetahuan yang cenderung eksploitatif dan destruktif.
Berangkat dari kritik tersebut, tokoh feminis seperti   HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hilary_Rose&action=edit&redlink=1" \o "Hilary Rose (halaman belum tersedia)"  Hilary Rose ,   HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Evelyn_Fox_Keller&action=edit&redlink=1" \o "Evelyn Fox Keller (halaman belum tersedia)"  Evelyn Fox Keller ,   HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sandra_Harding&action=edit&redlink=1" \o "Sandra Harding (halaman belum tersedia)"  Sandra Harding , dan   HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Donna_Haraway&action=edit&redlink=1" \o "Donna Haraway (halaman belum tersedia)"  Donna Haraway  menawarkan suatu kemungkinan terbentuknya genre sains yang berlandas pada nilai-nilai perempuan yang antieksploitasi dan bersifat egaliter. Gagasan itu mereka sebut sebagai sains feminis (feminist science)
Aliran  Feminisme :
Feminisme liberal
Apa yang disebut sebagai   HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Feminisme_Liberal&action=edit&redlink=1" \o "Feminisme Liberal (halaman belum tersedia)"  Feminisme Liberal  ialah pandangan untuk menempatkan perempuan yang memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Aliran ini menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Setiap manusia -demikian menurut mereka- punya kapasitas untuk berpikir dan bertindak secara rasional, begitu pula pada perempuan. Akar ketertindasan dan keterbelakngan pada perempuan ialah karena disebabkan oleh kesalahan perempuan itu sendiri. Perempuan harus mempersiapkan diri agar mereka bisa bersaing di dunia dalam kerangka "persaingan bebas" dan punya kedudukan setara dengan lelaki.
Feminis Liberal memilki pandangan mengenai negara sebagai penguasa yang tidak memihak antara kepentingan kelompok yang berbeda yang berasl dari teori pluralisme negara. Mereka menyadari bahwa negara itu didominasi oleh kaum Pria, yang terlefleksikan menjadi kepentingan yang bersifat “maskulin”, tetapi mereka juga menganggap bahwa negara dapat didominasi kuat oleh kepentiangan dan pengaruh kaum pria tadi. Singkatnya, negara adalah cerminan dari kelompok kepentingan yang memeng memiliki kendali atas negara tersebut. Untuk kebanyakan kaum Liberal Feminis, perempuan cendrung berada “didalam” negara hanya sebatas warga negara bukannya sebagai pembuat kebijakan. Sehingga dalam hal ini ada ketidaksetaraan perempuan dalam politik atau bernegara. Pun dalam perkembangan berikutnya, pandangan dari kaum Feminist Liberal mengenai “kesetaraan” setidaknya memiliki pengaruhnya tersendiri terhadap perkembangan “pengaruh dan kesetaraan perempuan untuk melakukan kegiatan politik seperti membuat kebijakan di sebuah negara”.  HYPERLINK "file:///D:\\KUMP.%20TUGAS%20KESPRO\\TUGAS%20SEM.%20I\\Metodologi%20Penelitian\\Tugas%20Dr.%20Ridwan%20Thaha\\Feminisme1.htm" \l "cite_note-0"  [1]
Tokoh aliran ini adalah   HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Naomi_Wolf&action=edit&redlink=1" \o "Naomi Wolf (halaman belum tersedia)"  Naomi Wolf , sebagai "Feminisme Kekuatan" yang merupakan solusi. Kini perempuan telah mempunyai kekuatan dari segi pendidikan dan pendapatan, dan perempuan harus terus menuntut persamaan haknya serta saatnya kini perempuan bebas berkehendak tanpa tergantung pada lelaki.
Feminisme liberal mengusahakan untuk menyadarkan wanita bahwa mereka adalah golongan tertindas. Pekerjaan yang dilakukan wanita di sektor domestik dikampanyekan sebagai hal yang tidak produktif dan menempatkab wanita pada posisi sub-ordinat. Budaya masyarakat Amerika yang materialistis, mengukur segala sesuatu dari materi, dan individualis sangat mendukung keberhasilan feminisme. Wanita-wanita tergiring keluar rumah, berkarier dengan bebas dan tidak tergantung lagi pada pria.
Akar teori ini bertumpu pada kebebasan dan kesetaraaan rasionalitas. Perempuan adalah makhluk rasional, kemampuannya sama dengan laki-laki, sehingga harus diberi hak yang sama juga dengan laki-laki. Permasalahannya terletak pada produk kebijakan negara yang bias gender. Oleh karena itu, pada abad 18 sering muncul tuntutan agar prempuan mendapat pendidikan yang sama, di abad 19 banyak upaya memperjuangkan kesempatan hak sipil dan ekonomi bagi perempuan, dan di abad 20 organisasi-organisasi perempuan mulai dibentuk untuk menentang diskriminasi seksual di bidang politik, sosial, ekonomi, maupun personal. Dalam konteks Indonesia, reformasi hukum yang berprerspektif keadilan melalui desakan 30% kuota bagi perempuan dalam parlemen adalah kontribusi dari pengalaman feminis liberal.
Feminisme radikal
Trend ini muncul sejak pertengahan tahun 1970-an di mana aliran ini menawarkan ideologi "perjuangan separatisme perempuan". Pada sejarahnya, aliran ini muncul sebagai reaksi atas kultur seksisme atau dominasi sosial berdasar jenis kelamin di Barat pada tahun 1960-an, utamanya melawan kekerasan seksual dan industri pornografi. Pemahaman penindasan laki-laki terhadap perempuan adalah satu fakta dalam sistem masyarakat yang sekarang ada. Dan gerakan ini adalah sesuai namanya yang "radikal".
Feminis Liberal memilki pandangan mengenai negara sebagai penguasa yang tidak memihak antara kepentingan kelompok yang berbeda yang berasl dari teori pluralisme negara. Mereka menyadari bahwa negara itu didominasi oleh kaum Pria, yang terlefleksikan menjadi kepentingan yang bersifat “maskulin”, tetapi mereka juga menganggap bahwa negara dapat didominasi kuat oleh kepentiangan dan pengaruh kaum pria tadi. Singkatnya, negara adalah cerminan dari kelompok kepentingan yang memeng memiliki kendali atas negara tersebut. Untuk kebanyakan kaum Liberal Feminis, perempuan cendrung berada “didalam” negara hanya sebatas warga negara bukannya sebagai pembuat kebijakan. Sehingga dalam hal ini ada ketidaksetaraan perempuan dalam politik atau bernegara. Pun dalam perkembangan berikutnya, pandangan dari kaum Feminist Liberal mengenai “kesetaraan” setidaknya memiliki pengaruhnya tersendiri terhadap perkembangan “pengaruh dan kesetaraan perempuan untuk melakukan kegiatan politik seperti membuat kebijakan di sebuah negara”.  Aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi akibat sistem patriarki. Tubuh perempuan merupakan objek utama penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Oleh karena itu, feminisme radikal mempermasalahkan antara lain tubuh serta hak-hak reproduksi, seksualitas (termasuk lesbianisme), seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki, dan dikotomi privat-publik. "The personal is political" menjadi gagasan anyar yang mampu menjangkau permasalahan prempuan sampai ranah privat, masalah yang dianggap paling tabu untuk diangkat ke permukaan. Informasi atau pandangan buruk (black propaganda) banyak ditujukan kepada feminis radikal. Padahal, karena pengalamannya membongkar persoalan-persoalan privat inilah Indonesia saat ini memiliki Undang Undang RI no. 23 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).
Feminisme post modern
Ide   HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Posmo&action=edit&redlink=1" \o "Posmo (halaman belum tersedia)"  Posmo  - menurut anggapan mereka - ialah ide yang anti absolut dan anti otoritas, gagalnya modernitas dan pemilahan secara berbeda-beda tiap fenomena sosial karena penentangannya pada penguniversalan pengetahuan ilmiah dan sejarah. Mereka berpendapat bahwa gender tidak bermakna identitas atau struktur sosial.
 Feminisme anarkis
  HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/Feminisme_Anarkisme" \o "Feminisme Anarkisme"  Feminisme Anarkisme  lebih bersifat sebagai suatu paham politik yang mencita-citakan masyarakat sosialis dan menganggap negara dan sistem patriaki-dominasi lelaki adalah sumber permasalahan yang sesegera mungkin harus dihancurkan.
Feminisme Marxis
Aliran ini memandang masalah perempuan dalam kerangka kritik kapitalisme. Asumsinya sumber penindasan perempuan berasal dari eksploitasi kelas dan cara produksi. Teori Friedrich Engels dikembangkan menjadi landasan aliran ini—status perempuan jatuh karena adanya konsep kekayaaan pribadi (private property). Kegiatan produksi yang semula bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sendri berubah menjadi keperluan pertukaran (exchange). Laki-laki mengontrol produksi untuk exchange dan sebagai konsekuensinya mereka mendominasi hubungan sosial. Sedangkan perempuan direduksi menjadi bagian dari property. Sistem produksi yang berorientasi pada keuntungan mengakibatkan terbentuknya kelas dalam masyarakat—borjuis dan proletar. Jika kapitalisme tumbang maka struktur masyarakat dapat diperbaiki dan penindasan terhadap perempuan dihapus.
Kaum Feminis Marxis, menganggap bahwa negara bersifat kapitalis yakni menganggap bahwa negara bukan hanya sekadar institusi tetapi juga perwujudan dari interaksi atau hubungan sosial. Kaum Marxis berpendapat bahwa negara memiliki kemampuan untuk memelihara kesejahteraan, namun disisi lain, negara bersifat kapitalisme yang menggunakan sistem perbudakan kaum wanita sebagai pekerja.   HYPERLINK "file:///D:\\KUMP.%20TUGAS%20KESPRO\\TUGAS%20SEM.%20I\\Metodologi%20Penelitian\\Tugas%20Dr.%20Ridwan%20Thaha\\Feminisme1.htm" \l "cite_note-Tong-2"  [3]
Feminisme sosialis
Sebuah faham yang berpendapat "Tak Ada Sosialisme tanpa Pembebasan Perempuan. Tak Ada Pembebasan Perempuan tanpa Sosialisme".   HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Feminisme_sosialis&action=edit&redlink=1" \o "Feminisme sosialis (halaman belum tersedia)"  Feminisme sosialis  berjuang untuk menghapuskan sistem pemilikan. Lembaga perkawinan yang melegalisir pemilikan pria atas harta dan pemilikan suami atas istri dihapuskan seperti ide   HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/Marx" \o "Marx"  Marx  yang menginginkan suatu masyarakat tanpa kelas, tanpa pembedaan gender.
Feminisme sosialis muncul sebagai kritik terhadap feminisme Marxis. Aliran ini mengatakan bahwa patriarki sudah muncul sebelum kapitalisme dan tetap tidak akan berubah jika kapitalisme runtuh. Kritik kapitalisme harus disertai dengan kritik dominasi atas perempuan. Feminisme sosialis menggunakan analisis kelas dan gender untuk memahami penindasan perempuan. Ia sepaham dengan feminisme marxis bahwa kapitalisme merupakan sumber penindasan perempuan. Akan tetapi, aliran feminis sosialis ini juga setuju dengan feminisme radikal yang menganggap patriarkilah sumber penindasan itu. Kapitalisme dan patriarki adalah dua kekuatan yang saling mendukung. Seperti dicontohkan oleh Nancy Fraser di Amerika Serikat keluarga inti dikepalai oleh laki-laki dan ekonomi resmi dikepalai oleh negara karena peran warga negara dan pekerja adalah peran maskulin, sedangkan peran sebagai konsumen dan pengasuh anak adalah peran feminin. Agenda perjuagan untuk memeranginya adalah menghapuskan kapitalisme dan sistem patriarki. Dalam konteks Indonesia, analisis ini bermanfaat untuk melihat problem-problem kemiskinan yang menjadi beban perempuan.
Feminisme postkolonial
Dasar pandangan ini berakar di penolakan universalitas pengalaman perempuan. Pengalaman perempuan yang hidup di negara dunia ketiga (koloni/bekas koloni) berbeda dengan prempuan berlatar belakang dunia pertama. Perempuan dunia ketiga menanggung beban penindasan lebih berat karena selain mengalami pendindasan berbasis gender, mereka juga mengalami penindasan antar bangsa, suku, ras, dan agama. Dimensi kolonialisme menjadi fokus utama feminisme poskolonial yang pada intinya menggugat penjajahan, baik fisik, pengetahuan, nilai-nilai, cara pandang, maupun mentalitas masyarakat. Beverley Lindsay dalam bukunya Comparative Perspectives on Third World Women: The Impact of Race, Sex, and Class menyatakan, “hubungan ketergantungan yang didasarkan atas ras, jenis kelamin, dan kelas sedang dikekalkan oleh institusi-institusi ekonomi, sosial, dan pendidikan.”
Feminisme Nordic
Kaum Feminis Nordic dalam menganalisis sebuah negara sangat berbeda dengan pandangan Feminis Marxis maupun Radikal.Nordic yang lebih menganalisis Feminisme bernegara atau politik dari praktek-praktek yeng bersifat mikro. Kaum ini menganggap bahwa kaum perempuan “harus berteman dengan negara” karena kekuatan atau hak politik dan sosial perempuan terjadi melalui negara yang didukung oleh kebijakan sosial negara.  HYPERLINK "file:///D:\\KUMP.%20TUGAS%20KESPRO\\TUGAS%20SEM.%20I\\Metodologi%20Penelitian\\Tugas%20Dr.%20Ridwan%20Thaha\\Feminisme1.htm" \l "cite_note-3"  [4]
TOKOH DALAM FEMINISME
1. Foucault
Meskipun ia adalah tokoh yang terkenal dalam feminism, namun Foucault tidak pernah membahas tentang perempuan. Hal yang diadopsi oleh feminism dari Fault adalah bahwa ia menjadikan ilmu pengetahuan “dominasi” yang menjadi miliki kelompok-kelompok tertentu dan kemudian “dipaksakan” untuk diterima oleh kelompok-kelompok lain, menjadi ilmu pengetahuan yang ditaklukan. Dan hal tersebut mendukung bagi perkembangan feminism.
2. Naffine (1997:69)
Kita dipaksa “meng-iya-kan” sesuatu atas adanya kuasa atau power Kuasa bergerak dalam relasi-relasi dan efek kuasa didasarkan bukan oleh orang yang dipaksa meng “iya”kan keinginan orang lain, tapi dirasakan melalui ditentukannya pikiran dan tingkah laku. Dan hal ini mengarah bahwa individu merupakan efek dari kuasa.
3. Derrida (Derridean)
Mempertajam fokus pada bekerjanya bahasa (semiotika) dimana bahasa membatasi cara berpikir kita dan juga menyediakan cara-cara perubahan. Menekankan bahwa kita selalu berada dalam teks (tidak hanya tulisan di kertas, tapi juga termasuk dialog sehari-hari) yang mengatur pikiran-pikiran kita dan merupakan kendaraan untuk megekspresikan pikiran-pikiran kita tersebut. Selain itu juga penekanan terhdap dilakukanya “dekonstruksi” terhadap kata yang merupakan intervensi ke dalam bekerjanya bahasa dimana setelah melakukan dekonstruksi tersebut kita tidak dapat lagi melihat istilah yang sama dengan cara yang sama.
Pentingnya Metodologi Feminism di Indonesia :
Mengapa Indonesia engapa Indonesia membutuhkan pendekatan baru dalam penelitian-penelitian sosialnya? Karena banyaknya proyek pembangunan yang gagal di Indonesia umumnya disebabkan perempuan tidak pernah diperhitungkan dalam pertimbangan pencarian solusi. Salah satu faktornya disebabkan karena para ahli pembangunan salah dalam mengidentifikasi akar permasalahan. Kemiskinan misalnya, sering dianggap netral gender, akibatnya angka human development index terus terpuruk karena perempuan tidak pernah dapat menikmati dampak pembangunan. Jaringan pengaman sosial misalnya hanya ditujukan kepada laki-laki, padahal justru perempuanlah penduduk miskin terbanyak dan pihak yang setiap hari harus memutar otak untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Para tokoh feminis lalu menawarkan sebuah metode alternatif baru yakni metodologi penelitian feminis yang berangkat dari keprihatinan atas banyaknya penelitian tentang hubungan gender yang pada akhirnya bias gender—dan ini memang sangat berkait dengan pandangan ilmu sosial yang seksis. Meski banyak kaum positivis, terutama laki-laki, sulit menerima metodologi ini, para tokoh feminis tetap sepakat bahwa metodologi feminis akan sangat bermanfaat untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan. Intinya metode baru ini harus meng-ijinkan subjektivitas di mana perempuan mempelajari perempuan dalam proses interaktif tanpa kesenjangan subjek/ objek yang dimunculkan antara peneliti dan yang diteliti. Judith Lorber menekankan bahwa metodologi feminis lalu menjadi satu-satunya cara untuk mengetuk masuk dan memahami kenyataan yang dialami perempuan, dan dengan ini kaum feminis memberikan kontribusi unik pada ilmu sosial tentang pola keterkaitan antar sebab dan akibat dari pertanyaan-pertanyaan yang belum terlihat oleh peneliti yang tidak feminis. Karenanya, dalam metodologi feminis pendekatan empati, participatory dan in-depth interview kerap diperlukan. Bagi peneliti yang tidak feminis, derai air mata dan isak tangis responden perempuan yang dianggap minor justru sangat bernilai dan jadi fokus yang terus digali oleh peneliti feminis. Sebab penindasan memiliki aspek lintas gender, dan hanya yang pernah mengalaminyalah yang bisa mengkomunikasikannya. Kerap juga metode penelitian yang diberlakukan selama ini sangat rigid, scientific, dan tidak peduli akan pengalaman perempuan, lebih-lebih karena secara kultur perempuan kerap dididik untuk menerima bahwa laki-lakilah pemilik kebenaran. Ini lalu membuat perempuan hilang rasa percaya diri dan langsung menyerahkan pendapatnya kepada pihak laki-laki. Metodologi feminis justru sebaliknya, yang dipentingkan adalah memecah kebekuan itu. Perempuan sebagai informan penelitian harus dibuat menjadi merasa sangat nyaman dan percaya bahwa mereka adalah individu-individu yang sangat relevan dalam riset ini. Peneliti feminis harus bisa menjadi sahabat, dan bukan orang asing bagi informan perempuan. Apabila ia tidak mampu menempatkan diri, bisa dipastikan ia akan gagal membuat analisa yang mendalam dalam penelitian tentang kasus-kasus yang sangat sensitif bagi hidup perempuan, misalnya: aborsi, lesbianitas, trafiking, pelecehan seksual, ketidaksuburan, perkosaan, dan sebagainya. Akhirnya, justru karena metodologi feminis belum populer di Indonesia, kini sangatlah perlu untuk segera diimplementasikan mengingat persoalan perempuan di Indonesia sudah sedemikian mendesak untuk segera dipecahkan. Metodologi feminis kini wajib dipahami oleh generasi muda, mahasiswa, pelajar dan seterusnya, sebagai bekal mereka untuk menganalisa permasalahan gender dalam pembangunan di masa depan. Jurnal Perempuan kali ini akan menjadi literatur yang demikian penting bagi berbagai pihak: birokrat, akademisi, politisi, dan seluruh komponen masyarakat serta para pengambil keputusan untuk mengakomodir suara, pengalaman serta kebutuhan perempuan—sebagai alat yang bisa memecahkan berbagai persoalan sosial yang membelenggu bangsa.
Kelebihan Teori Feminisme
Metodologi feminis diharapkan dapat mengatasi persoalan androsentrisme dan representasi perempuan, mengakui perbedaan cara berpikir dan berpengetahuan perempuan dan laki-laki, dan mempertimbangkan pengalaman hidup perempuan beserta keseluruhan subjektivitasnya mengartikan dunia dalam membangun pengetahuan. Kita telah menyaksikan bagaimana selama ini perempuan tidak terepresentasikan, tidak terdengar suaranya, dan terkooptasi oleh interpretasi universal yang berstandar laki-laki dalam pembangunan ilmu pengetahuan. Pengalaman itu menuntun kita untuk menggagas metodologi yang lebih adil dan mampu menjawab keberbedaan yang tak terelakkan antara laki-laki dan perempuan.
Feminis memberi sumbangan positif bagi ilmu pengetahuan mutakhir dengan menyelidiki sejarah pengetahuan yang tidak melibatkan perempuan – pengetahuan yang hanya membuat kehidupan perempuan menjadi lebih sulit. Dalam mengatasi hal ini, feminisme mengembangkan strategi metodologi untuk tidak memisahkan teori dan praktek dalam ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, selain hidup sebagai sebuah metodologi, feminisme juga menjadi gerakan sosial. Maka kritik yang harus diajukan pada Weininger bisa berupa pernyataan bahwa feminisme adalah pengetahuan yang menghasilkan tindakan untuk mencapai kebenaran dan mengungkap bahwa perempuan menderita bukan atas kesadarannya, melainkan karena kesadaran yang telah dibentuk masyarakat terhadap perempuan.
Berbagai macam penelitian tentang perempuan, yang tidak menggunakan perempuan sebagai subjek penelitian, telah mendorong ilmuwan feminis untuk mengembangkan riset dengan perspektif perempuan. Penelitian itu dilakukan untuk perempuan (bukan hanya untuk keperluan si peneliti). Mengingat tidak ada satu definisi baku atau tunggal yang dianut oleh berbagai peneliti feminis, pendekatannya juga amat bervariasi. Antara mereka yang sekedar menganggap dirinya sebagai peneliti berperspektif perempuan dan mereka yang benar-benar peneliti feminis sejati sulit sekali dibedakan. Untuk memberikan gambaran singkat tentang ciri-ciri feminis, berikut ini saya kutipkan apa yang dikatakan oleh beberapa orang peneliti yang benar-benar berperspektif perempuan.
Kekurangan Teori Feminisme
Meskipun sejumlah teori feminis sudah mulai banyak diterapkan, digunakan sebagai pisau analisis penelitian akademis, feminisme sendiri masih belum sepenuhnya diakui sebagai kegiatan akademis. Banyak yang mengatakan bahwa feminisme semata-mata ideologi yang mendorong gerakan sosial untuk memperjuangkan status perempuan, artinya sifatnya sangat politis (dan tidak akademis). Karena sifat politisnya maka feminisme dianggap sebagai sebuah “cara pandang” atau perspektif yang sangat berpihak pada perempuan, sangat subjektif, berlawanan dengan syarat ilmu pengetahuan yang diakui selama ini: objektivitas. Kritik terhadap feminisme kemudian muncul dengan argumen, “teori feminis hanya dapat digunakan oleh perempuan feminis. Laki-laki dan perempuan yang tidak feminis tidak dapat menggunakannya.
Bahwa dalam perjuangan feminis mengalami sejumlah tantangan dalam meraih eksistensinya di ranah akademis karena pengetahuan akademis lebih didominasi oleh pengalaman dan data riset yang berasal dari kaum laki-laki. Metode riset seperti ini hanya menghasilkan generalisasi data yang ditentukan oleh kaum laki-laki, sampelnya pun kebanyakan laki-laki (misalnya dalam ilmu sosiologi untuk kasus-kasus kontrasepsi, keputusan bekerja dan berumah tangga). Pengalaman perempuan dalam banyak metode riset dianggap tidak cukup penting sebagai topik penelitian laki-laki.5 Naomi Black secara ekstrim mengatakan bahwa penelitian feminis harus menekankan nilai subjektivitas dan pengalaman pribadi untuk membongkar kebusukan ilmu pengetahuan yang diciptakan laki-laki.
Peneliti feminis mementingkan keterlibatan dirinya sebagai individu, pengalaman pribadi peneliti dianggap sangat berharga. Ini sangat berbeda dari kriteria riset non-feminis. Mereka pada umumnya menganggap bahwa keterlibatan pribadi seorang peneliti justru akan mencemari hasil risetnya. Peneliti non-feminis juga menuntut bahwa penulisan laporan tidak menggunakan kata “saya”. Namun, dalam riset feminis – suatu proyek riset yang berdasarkan pengalaman pribadi – penyusunnya tidak begitu saja dicap non-ilmiah. Justru, pengalaman pribadi diakui sebagai faktor perangsang penelitian yang sah. Gagasan starting from one’s own experience kemudian dikembangkan untuk menghadapi riset-riset yang androsentris. Riset semacam ini juga melanggar ketentuan konvensional yang beranggapan bahwa peneliti harus mengambil jarak agar hasilnya obyektif dan netral. Peneliti feminis mementingkan keterlibatan responden atau pihak yang diteliti, karena dalam suatu proses riset yang interaktif yang justru terjadi adalah empati. Sebagai peneliti ia akan ‘masuk’ dalam kehidupan subyek yang diteliti sehingga terjadi kekaburan antara hubungan formal dan hubungan personal. Laporan yang ditulis pun akan berupa suatu narasi personal peneliti, dan subjek yang diteliti menjadi “teman-teman”, subjek narasinya. Batas antara peneliti dan subjek yang diteliti juga menjadi kabur karena peneliti secara langsung membantu subjek yang sedang diriset (memberikan konseling atau bantuan konkret lainnya).
Kesimpulan
Bahwa metodologi dan epistemologi feminis kelihatannya memang mengisyaratkan suatu pandangan tertentu yang baru. Pandangan tersebut menegaskan bahwa cara manusia mengetahui dunia merefleksikan caranya dalam berhubungan dengan dunia.33 Artinya, kita harus selalu memahami bahwa keterbukaan, kontekstualitas, keterhubungan, pengakuan untuk emosi, pengalaman langsung, dan asas-asas lainnya dalam metodologi feminis pada dasarnya mencerminkan tidak saja cara perempuan mengetahui, tetapi juga cara perempuan hidup dalam dunianya.

Senin, 21 Februari 2011

Master Tabel

No. Pendokumentasian Askep Kelelahan
1 1 1
2 1 0
3 1 1
4 1 1
5 1 0
6 0 1
7 0 0
8 1 0
9 1 0
10 1 1
11 1 1
12 1 0
13 0 0
14 0 0
15 1 1
16 0 0
17 1 0
dst dst dst






Keterangan 

Pendokumentasian

1: Melakukan atau Ya

0: tidak melakukan




kelelahan

1: tidak lelah

0: lelah



jadi kalau datanya 1 dengan 1 artinya pendokumentasiannya Ya dan kelelahannya tidak lelah

Jumat, 11 Februari 2011

Hubungan antara olah raga dengan Dismenorhea

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
              Menstruasi merupakan proses fisiologis yang dimulai pada masa remaja dan dapat terjadi berbagai gejala sebelum atau selama masa menstruasi.  Meskipun merupakan proses fisiologis, banyak remaja kurang atau bahkan tidak memiliki pengetahuan mengenai menstruasi yang normal maupun yang abnormal, dan kebanyakan informasi yang mereka terima merupakan informasi yang didapatkan dari ibu ataupun dari teman (Talatu dan Egbunu, 2007). 
             Nyeri saat menstruasi dilaporkan sebagai keluhan ginekologis paling umum dan paling sering menyebabkan ketidakhadiran seseorang remaja ataupun dewasa dari kerja, sekolah ataupun aktivitas lainnya (French, 2005). Menurut French (2005), prevalensi dismenore tertinggi terjadi pada gadis remaja, dengan perkiraan 20-90% tergantung dari metode pengukuran yang digunakan. Sekitar15% gadis remaja dilaporkan mengalami dismenore berat dan merupakan penyebab tertinggi para gadis remaja tdak hadir di sekolahnya di Amerika Serikat. Sebuah studi longitudinal secara kohort pada wanita Swedia ditemukan prevalensi dismenore pada wanita usia 19 tahun adalah 90% dan 67% pada wanita usia 24 tahun (French, 2005). Sepuluh persen dari wanita usia 24 tahun tersebut melaporkan adanya nyeri yang mengganggu
kegiatan sehari-hari (French, 2005). Menurut Bambang Widjanarko (2006), dismenore terjadi pada lebih dari setengah wanita usia reproduksi dengan prevalensi beragam. Sebuah penelitian terhadap 113 pasien praktek dokter pribadi menunjukkan angka prevalensi sekitar 29-44%. Kebanyakan remaja mengobati diri sendiri dengan obat yang dijual bebas dan hanya beberapa yang berkonsultasi dengan dokter mengenai dismenore yang dialami.  
1.2. Rumusan Masalah
           Tingginya angka prevalensi dan morbiditas dari dismenore kurang mendapat perhatian dari dunia medis. Hal ini dikarenakan banyak wanita yang dikondisikan untuk menerima rasa sakit itu sebagai sesuatu yang normal, bersifat psikis walaupun hal tersebut menghambat aktivitas mereka sehari-hari dan menurunkan kualitas hidup wanita. Maka berdasarkan latar belakang diatas, dirumuskan masalah sebagai berikut: bagaimana hubungan antara olahraga dengan dismenore?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
            Untuk mencari hubungan antara olah raga dengan dismenore olahraga pada remaja usia16-18 tahun di SMA.  
1.3.2. Tujuan Khusus
  Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
  1. Mengetahui prevalensi dismenore pada remaja usia 16-18 tahun di SMA 
  2. Mengetahui prevalensi dismenore pada remaja dengan riwayat keluarga dismenore pada remaja usia 16-18 tahun di SMA
 1.4. Manfaat Penelitian
            Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:
  1. Masyarakat terutama golongan remaja dan dewasa mendapat informasi mengenai dismenore.  
  2. Dapat mengembangkan kemampuan di bidang penelitian serta mengasah kemampuan analisis bagi peneliti. 
  3. Dapat meningkatkan wawasan peneliti mengenai faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan dismenore. 

Senin, 07 Februari 2011

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR SOSIAL, PENGHARGAAN, DAN LINGKUNGAN FISIK DENGAN KEPUASAN KERJA PEGAWAI DI PUSKESMAS


ABSTRAK

        Kepuasan kerja menjadi masalah yang penting sebab memiliki manfaat yang besar bagi kepentingan individu, organisasi/Puskesmas dan masyarakat oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan  faktor sosial (hubungan terhadap atasan dan interaksi sesama pegawai), faktor penghargaan (insentif dan pelatihan), kondisi fisik (lingkungan kerja).
        Penelitian ini menggunakan metode rancangan penelitian Deskriptif Analitik dengan desain study Cros Sectional Study. Pada Puskesmas dengan jumlah sampel 43 orang.Teknik pengambilan sampel di lakukan secara total sampling.
        Hasil analisis dengan menggunakan Chi-Square dengan ά = 0,05 yakni terdapat hubungan antara interaksi sesama pegawai P = 0,023, insentif dan pelatihan  P = 0.045 terhadap kepuasan kerja pegawai di Puskesmas, sedangkan hubungan terhadap atasan dan lingkungan fisik  tidak memiliki hubungan. Dari analisis disarankan bagi pihak pimpinan/manajer Puskesmas untuk mempunai hubungan dengan pegawai dan menciptakan suasana kerja yang dapat mewujudkan lingkungan kerja yang kondusif.

Kata kunci : Kepuasan kerja pegawai Puskesmas , faktor sosial (hubungan terhadap atasan dan interaksi sesama pegawai), faktor penghargaan (insentif dan pelatihan), faktof kondisifisik (kondisi fisik lingkungan kerja).    

FACTORS RELATED TO THE FAITHFUL OF PREGNANCY MOTHER IN CONSUMING THE IRON TABLET


ABSTRACT


The unfaithfuly  become the cause  of  anemia handling failure. This unfaithfuly  arises  caused by   the unconsciousness of pregnancy  mother  where during the pregnancy  time, they needs of iron tablet. This  research aiming to know  some factors related with  faithful  of  pregnancy mother  in consuming the iron tablet.
The type of this research was descriptive analytic  with  cross sectional study with the aim to see some factors influencing  the obedience  of pregnancy  mother  in consuming  the iron tablet  at the hospital. The subject of the research  and  the measurement  of character status  or  subject of variable  were measured  based on  the condition or its status  simultaneously in one time  in the representative sample  or giving the  chance  for the research to conduct the descriptive analysis  from the  researched  variable  by using  Chi-Square  statistic test with the significancy level  0.05.
The  results of research showed that there was a relationship  between  pregnancy mother  and the obedience  of  pregnancy mother in consuming  the iron tablet. There was also relationship  between  the pregnancy mother  with  the obedience of pregnancy mother  in consuming  the iron tablet at the hospital. Therefore, it can be concluded that there were a relationship  between the variable of knowledge, motivation, role, family and heath service  with the obedience of mother in consuming the iron tablet.


Key words :  Knowledge, motivation, role, family, health service and  the   obedience of  pregnancy mother