Kamis, 27 Januari 2011

STUDY PERAWATAN PSKOTERAPI TERHADAP PENINGKATAN HARGA DIRI PADA PASIEN HDR


BAB I
PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang Masalah
Kemajuan suatu negara salah satunya ditentukan oleh suatu         indikator yang disebut Indeks pembangunan manusia (IPM) terutama dibidang kesehatan. Untuk itu diharapkan kesehatan sebagai salah satu komponen terpenting indeks pembangunan yang dapat mengembangkan kinerja dan perhatiannya dalam memberi pelayanan kesehatan yang optimal dan terarah kepada seluruh masyarakat (Yustina, 2006).
Program pemerintah indonesia sehat 2010 lebih mengedepankan usaha preventif (pencegahan), promotif (promosi) dan kuratif (pengobatan) dan rehability (rehabilitasi) dengan menekankan pada lapisan masyarakat tentang paradigma sehat. Sehat merupakan suatu keadaan kesejahteraan fisik, mental, aspek sosial dan aspek spiritual secara penuh dan bukan semata-mata berupa absennya atau keadaan lemah tertentu (WHO, 2009).
Psikoterapi adalah bentuk perlakuan atau treatment terhadap masalah-masalah yang sifatnya emosional dengan tujuan menghilangkan, mengubah dan memperlambat symptom untuk meningkatkan perkembangan pribadi yang positif melalui perawatan psikoterapi psikologis, psikoterapi sosial dan psikoterapi agama.
harga diri rendah adalah  suatu perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilangnya kepercaan diri, gagal mencapai tujuan yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung. Penurunan harga diri ini dapat bersifat situasional maupun kronis atau menahun (Branden, 2009).
Dari hasil penelitian sebelumnya pasien yang mengalami Harga Diri Rendah cenderung beraktivitas dan berprilaku abnormal (perilaku menyimpang) seperti mengurung diri, kepribadian tertutup, pemarah, dan Nampak murung yang disebabkan oleh adanya duka  respon intelektual dan emosional oleh individu melalui proses modifikasi konsep diri berdasarkan persepsi kehilangan (Almaidah makmur, 2009).
Menurut Direktur Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat (Binkesmas) Depertemen Kesehatan dan World Health Organization (WHO) memperkirakan tidak kurang dari 450 juta penderita gangguan jiwa ditemukan di dunia. Bahkan berdasarkan data studi World Bank dibeberapa negara menunjukkan 8,1% dari kesehatan  global masyarakat (Global Burden Disease) menderita gangguan jiwa. Harga diri rendah merupakan gangguan konsep diri dimana klien menganggap dirinya selalu rendah. Diperkirakan sebanyak 0,7% dari populasi didunia menderita harga diri rendah (Noviandy, 2009).
Depertemen kesehatan republik indonesia menyatakan jumlah penderita gangguan jiwa di indonesia mencapai 2,5 juta yang terdiri dari pasien harga diri rendah. Kecilnya anggaran untuk menangani pasien sakit jiwa juga berdampak pada pelayanan di rumah sakit jiwa. Diperkirakan sekitar 60% menderita harga diri rendah di indonesia (Irmansyah, 2009).
Menurut depertemen kesehatan Sulawesi Selatan menyatakan jumlah  pasien gangguan jiwa terdapat 31.780 orang yang terdiri dari pasien harga diri rendah sekitar 25% (Irmansyah, 2009).
Berdasarkan data dari Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan menunjukkan pasien harga diri rendah tiga tahun terakhir sebagai berikut : pada tahun 2006 sebanyak 1107 , 2007 sebanyak 1302 , 2008 sebanyak 1653 dan 2009 sebanyak 1467 (Sub bidang askep Harga Diri Rendah Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, 2006-2009).
Berdasarkan uraian diatas, ini menunjukkan pentingnya perawatan psikoterapi terhadap peningkatan harga diri rendah, dengan maksud  menghilangkan, mengubah atau menghambat gejala-gejala yang ada serta mengoreksi perilaku yang terganggu dan mengembangkan pertumbuhan kepribadian secara positif terhadap pasien harga diri rendah. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti tentang gambaran perawatan psikoterapi psikologis, psikoterapi sosial terhadap peningkatan harga diri rendah.
B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah yang menjadi objek penelitian adalah bagaimana gambaran perawatan psikoterapi terhadap peningkatan harga diri pada pasien harga diri rendah ?
C.       Tujuan Penelitian
  1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran perawatan psikoterapi terhadap peningkatan harga diri pada pasien harga diri rendah.
  1. Tujuan Khusus
a.    Untuk mengetahui gambaran perawatan psikoterapi psikologis terhadap peningkatan harga diri pada pasien harga diri rendah.
b.   Untuk mengetahui gambaran perawatan psikoterapi sosial terhadap peningkatan harga diri pada pasien harga diri rendah.
c.    Untuk mengetahui gambaran perawatan psikoterapi agama terhadap peningkatan harga diri pada pasien harga diri rendah
 D.      Manfaat Penelitian
1.    Bagi profesi keperawatan, sebagai media transformasi ilmu dalam  metode psikoterapi pada pasien Harga Diri Rendah.
2.    Bagi rumah sakit, sebagai referensi dan acuan untuk meningkatkan kesehatan pasien jiwa dengan metode psikoterapi.
3.    Bagi klien, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk mencapai kesehatan yang optimal terutama kesehatan mental/jiwa dengan metode psikoterapi.
4.    Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat memberi informasi atau gambaran untuk pengembangan penelitian selanjutnya.
5.    Bagi peneliti, merupakan pengalaman berharga dalam memperluas wawasan dan pengetahuan perawatan/psikoterapi kesehatan jiwa dan proses pelaksanaan psikoterapi.

HUBUNGAN ANTARA KINERJA PERAWAT DENGAN KEPUASAN PASIEN DI RUANG RAWAT INAP


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Menjelang era pasar bebas atau memasuki abad 21 yang sudah semakin maju, diperlukan kesiapan yang mantap dari semua sektor, termasuk sektor kesehatan khususnya Rumah Sakit.
Rumah Sakit merupakan salah satu tempat yang digunakan untuk memberikan pelayanan kesehatan serta suatu organisasi dengan sistem terbuka dan selalu berinteraksi dengan lingkungannya untuk mencapai suatu keseimbangan yang dinamis. Mempunyai fungsi utama melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan serta sebagai tempat penelitian berdasarkan surat keputusan (Natsir & Joeharno, 2008).
 Pelayanan keperawatan sebagai bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan sangat menentukan mutu pelayanan kesehatan. Tenaga keperawatan sebagai bagian dari sistem tenaga kesehatan, diharapkan dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan pelayanan kesehatan secara maksimal dan global (Yani 2001 dalam Prasetyo 2003). Pelayanan keperawatan yang bermutu dapat dicapai salah satunya tergantung pada keseimbangan antara jumlah tenaga dan beban kerja perawat di suatu Rumah Sakit (Jurnal Keperawatan Indonesia 2000 dalam Prasetyo, 2003).
 Tenaga perawat yang merupakan “the carring profession” mempunyai kedudukan penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena pelayanan yang diberikannya berdasarkan pendekatan bio-psikosisial-spiritual merupakan pelayanan yang unik dilaksanakan selama 24 jam dan berkesinambungan merupakan kelebihan tersendiri dibanding pelayanan lainnya (Departemen Kesehatan RI 2001 dalam Natsir & Joeharno, 2008).
Dalam pemberian pelayanan keperawatan kepada masyarakat, maka hendaknya Rumah Sakit atau organisasi kesehatan lainnya dalam membuat perencanaan ketenagaan harus benar-benar diperhitungkan sehingga tidak menimbulkan dampak pada beban kerja tinggi yang dapat mengakibatkan menurunnya kualitas pelayanan keperawatan/ menurunnya kualitas SDM khususnya tenaga perawat. Sistem kerja yang tidak dirancang dengan baik dapat menyebabkan timbulnya keluhan perawat, beban kerja yang berat, tidak efektif dan tidak efisien yang dapat mengakibatkan timbulnya ketidak puasan dalam bekerja sehingga produktivitas kerja/kinerja perawat baik kuantitas maupun kualitas akan sangat mengganggu kualitas asuhan keperawatan yang diberikan (Prasetyo, 2003).
Kualitas pelayanan keperawatan suatu Rumah Sakit dinilai dari kepuasan pasien yang sedang atau pernah dirawat yang merupakan ungkapan rasa lega atau senang karena harapan tentang sesuatu kebutuhan pasien terpenuhi oleh pelayanan keperawatan yang bila diuraikan berarti kepuasan terhadap kenyamanan, kecepatan, pelayanan, keramahan dan perhatian. Sementara rasa puas sendiri mempunyai nilai yang relative tergantung dari masing-masing individu (Natsir, 2008). Sebaliknya ketidakpuasan pasien disebabkan oleh pelayanan keperawatan yang kurang professional, dalam arti perawat dalam memberikan asuhan keperawatan tidak dapat memenuhi semua kebutuhan pasien.
Rumah Sakit Labuang Baji merupakan salah satu RSU rujukan yang ada di Makassar. Pelayanan keperawatan Rumah Sakit ini masih dinilai belum maksimal dan paling banyak mendapat komplain terkait pelayanan keperawatannya. Hal ini berdasarkan banyaknya laporan dan keluhan yang masuk ke DPRD Provinsi Sulawesi Selatan. Masih adanya keluhan dari pasien dan keluarga pasien akan peran perawat yang kurang maksimal,  pelayanan selalu terlambat dan berbelit-belit, masih ada tenaga perawat yang tidak memiliki standar sikap dalam melayani pasien, pasien merasa diperlakukan tidak sewajarnnya.
Menurut Kepala Rumah Sakit Umum Labuang Baji dr Bambang, kendala di RSU Labuang Baji memang pada SDM yang masih kurang, namun pihak RSU telah melakukan pembenahan terkait masalah tersebut. Setiap lima tahun sekali diadakan uji kompetensi terhadap para perawat, untuk melihat kelayakannya telah diterapkan sanksi tegas kepada perawat yang membuat pasien merasa diperlakukan tidak sewajarnya. sebab masih adanya keluhan-keluhan pasien dan keluarga pasien yang disampaikan secara langsung kepada pihak manajemen. (Jumardin Akas, seputar Indonesia, 2010).
Menurut Nursalam (2007), rasio perbandingan perawat-pasien, Model Asuhan Keperawatan Profesional Kasus (MAKP Kasus) adala 1:1 perawat-pasien sedangkan untuk Model Asuhan Keperawatan Profesional Tim-Primer (MAKP Tim-Primer) perbandingannya 1:4 atau 1:5 perawat-pasien.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Bagian Pelayanan Medik RS. Labuang Baji Makassar bahwa jumlah pasien Rawat Inap di RSU Labaung Baji Makassar pada tahun 2007 sebanyak 12.378 orang, tahun 2008 sebanyak 12.968 orang, tahun 2009 sebanyak 13.556 orang, dan bulan Januari-Mei 2010 sebanyak 3.637 orang.
Berdasarkan data kepegawaian RSU Labuang Baji Makassar diperoleh data jumlah perawat yang bekerja di ruang rawat inap sebanyak 172 orang dengan perincian sebagai berikut S1 : 37 orang, DIV : 2 orang, DIII : 125 orang dan SPK : 8 orang.
Dari data diatas, dapat kita lihat bahwa adanya ketidaksinambungan antara jumlah perawat medis dengan jumlah rata-rata perbulan pasien rawat inap, sehingga akan mempengaruhi kinerja perawat dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan yang berkualitas kepada pasien.
Bed Occupancy Rate (BOR) yang merupakan persentase pemakaian tempat tidur di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Labuang Baji Makassar dari data kepegawaiannya untuk bulan januari dan maret 2010 dirincikan dalam tabel 1 berikut ini:
 
Ruangan
BOR / Bulan
Januari
Februari
Maret
Baji Ateka
70.93%
76.79%
54.03%
Baji Ada dan Baji Gau
25.31%
28.66%
40.28%
Baji Dakka, Baji Gau I, dan Baji Gau III
27.10%
41.02%
36.07%
Baji Pamai, Baji Gau II, Baji Kamase, Baji Areng
66.86%
77.06%
71.67%
Tabel 1, Data Bed Occupancy Rate (BOR) RSUD Labuang Baji bulan januari –maret 2010.

Dari data tersebut diatas, hanya pada bulan februari di ruang Baji Ateka dan di ruang Baji Pamai, Baji Gau II, Baji Kamase, Baji Areng yang dapat memenuhi satandar Nasional rata-rata persentasi BOR perbulannya, sedangkan untuk semua ruangan dan di semua bulan tidak mampu memenuhi Standar Nasional untuk Asuhan Kesehatan Rumah Sakit di Indonesia yaitu 75% - 85% (Muninjaya, 2004).
Salah satu faktor terpenting untuk bertahannya pasien agar tetap menggunakan jasa Rumah Sakit tertentu atau menganjurkan orang lain menggunakan jasa rumah sakit tersebut adalah tergantung kepuasan pasien dalam mendapatkan jasa layanan dari kinerja perawat utamanya yang menggunakan jasa layanan di ruang rawat inap.
Dari uraian latar belakang, maka sangatlah penting untuk dilakukan penelitian guna mengukur secara analitik kinerja perawat berdasarkan persepsi pasien.
 B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
Apakah ada hubungan antara kinerja perawat dengan kepuasan pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Labuang Baji Makassar”?
C.    Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui hubungan kinerja perawat dengan kepuasan pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Labuang Baji Makassar.
D.    Manfaat Penelitian
1.      Bagi peneliti
Sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang didapat selama kuliah,
dibidang keperawatan kaitannya dengan kinerja keperawatan.
2.      Bagi Program Studi Keperawatan Universitas Islam Makassar
Sebagai bahan masukan untuk pengembangan penelitian dibidang kinerja keperawatan dalam meningkatkan kepuasan pasien.
3.      Bagi Rumah Sakit Labuang Baji
Sebagai bahan masukan bagi manajemen rumah sakit untuk meningkatkan kinerja perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien rawat inap di RSUD Labuang Baji Makassar.
4.      Bagi masyarakat umum
Mendapatkan informasi dan referensi ilmiah tentang kondisi kinerja perawat secara umum dan kepuasan pasien yang telah mengalami rawat inap di RSUD Labuang Baji Makassar.

HUBUNGAN ANTARA BEBAN KERJA DENGAN KINERJA PERAWAT DI RUANG PERAWATAN BEDAH


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar  belakang
Pelayanan keperawatan sebagai bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan sangat menentukan mutu pelayanan kesehatan. Tenaga keperawatan sebagai bagian dari sistem ketenagaan kesehatan, diharapkan dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan pelayanan kesehatan secara nasional dan global (Achir Yani, 2001;1).  Keperawatan merupakan suatu profesi yang sangat penting dan menentukan dalam pemberian pelayanan kesehatan. Di rumah sakit, keperawatan juga memegang peranan yang sangat strategis, dimana kebanyakan tenaga kesehatan adalah perawat yang memberikan asuhan keperawatan. Pelayanan keperawatan yang bermutu dapat dicapai salah satunya tergantung pada seimbangnya antara jumlah tenaga dan beban kerja perawat di suatu rumah sakit  (Jurnal Keperawatan Indonesia, 2000;333).
Berdasarkan hasil survey Nasional yang dilakukan  Anna, 2001 bahwa perawat register nurse kondisi kerjanya mengalami perubahan yang menyebabkan kualitas pelayanan perawatan mengalami penurunan. Salah satu penyebabnya mereka merasa bahwa pada saat berada di ruang kerja, mereka sering lupa untuk istirahat dan makan snack (5711 responden), merasa terjadi peningkatan tekanan untuk menyelesaikan pekerjan (5340 responden), tekanan untuk menyelesaikan pekerjaan setelah shif (4210 responden), tidak bisa menyelesaikan pendidikan berkelanjutan dan mengalami stress dan sakit (3762 responden), merasa sangat kelelahan dan tidak ada motivasi setelah kerja (3617 responden), merasa tidak termotivasi dan sedih karena karena tidak bisa memberikan pelayanan keperawatan (3222 responden) dan 2928 responden merasa tidak punya tenaga untuk memberikan pelayanan keperawatan secara kualitatif yang optimal, yang semua itu disebabkan beban kerja yang tinggi. Work load yang tinggi karena staffing tidak bisa optimal.
Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah …….. adalah salah satu rumah sakit umum daerah yang terletak di wilayah kota ……. Ditinjau dari segi lokasi, rumah sakit ini sangat strategis, mengingat kota Parepare adalah jalur lalu lintas dan terminal ke berbagai wilayah di Sulawesi Selatan. Selain itu, dalam penetapan rumah sakit rujukan untuk pelayanan jaminan kesehatan daerah (Jamkesda) dan pelayanan jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas), rumah sakit tersebut  merupakan rumah sakit rujukan untuk daerah – daerah utara Sulawesi Selatan. Hal ini mengakibatkan peningkatan jumlah pasien rawat inap tiap tahunnya dengan karakteristik pasien yang dirawat cukup beragam.
Dengan bertambahnya jumlah pasien rawat inap di RSUD ………..tersebut beban kerja perawat pelaksana dirasakan meningkat.
Dalam laporan tahunan Bidang Pelaporan dan Pelayanan Kesehatan RSUD …………. mengenai jumlah pasien rawat inap, ditemukan bahwa  jumlah pasien rawat inap pada tahun 2006 sebanyak ….. pasien, tahun 2007 sebanyak …… pasien dan tahun 2008 sebanyak …. pasien.
Dalam laporan Bidang Pelaporan dan Pelayanan Kesehatan RSUD ……..mengenai jumlah tempat tidur pasien rawat inap, ditemukan bahwa jumlah tempat tidur pasien rawat inap  hingga Oktober 2009 sebanyak ……tempat tidur.
Dalam laporan Bidang Pelaporan dan Pelayanan Kesehatan RSUD …….. mengenai jumlah perawat ruang rawat inap hingga  Oktober 2009 sebanyak ……. perawat.
Dalam laporan Bidang Pelaporan dan Pelayanan Kesehatan RSUD …….mengenai ratio antara perawat dengan tempat tidur pasien ditemukan ratio 1 perawat : 3 tempat tidur. Sedangkan Menurut Departemen Kesehatan, ratio antara perawat dengan tempat tidur  adalah 3 perawat : 2 tempat tidur. Hal ini diduga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja perawat.
Berdasarkan fenomena tersebut, penulis tertarik untuk meneliti hubungan antara beban kerja perawat dengan kinerja perawat di ruang perawatan bedah RSUD ……..
B.     Perumusan masalah
1.         Pernyataan masalah
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka perlu diteliti hubungan antara beban kerja dengan kinerja perawat. Apakah beban yang terlalu tinggi mengakibatkan kinerja perawat turun atau bahkan semakin meningkat atau sebaliknya.
2.         Pertanyaan penelitian
Adakah hubungan antara beban kerja dan kinerja perawat di ruang perawatan bedah RSUD …… ?
 C.     Tujuan penelitian
1.         Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara beban kerja dan kinerja perawat di ruang perawatan bedah RSUD .......
2.         Tujuan Khusus
a.         Mengetahui beban kerja perawat  di ruang perawatan bedah RSUD .....
b.        Mengetahui kinerja perawat  di ruang perawatan bedah RSUD ....
c.         Mengetahui hubungan antara beban kerja dan kinerja perawat di ruang perawatan bedah RSUD .......
D.    Manfaat Penelitian
1.      Sebagai bahan masukan bagi manajer rumah sakit dalam perencanaan ketenagaan keperawatan dirumah sakit sekaligus memberikan imformasi mengenai beban kerja dan kinerja perawat di  RSUD ........
2.      Hasil penelitian dapat dijadikan pertimbangan bagi Unit Diklat  RSUD untuk mengadakan pelatihan atau peningkatan pendidikan tenaga keperawatan demi peningkatan kinerja perawat.
3.      Acuan atau referensi bagi peneliti lain mengenai beban kerja dan kinerja perawat RSUD .....